9 Fitnahan terhadap Calvinisme

Reposted by Desfortin
9 Fitnahan terhadap Calvinisme dari Dr. Suhento dan Jawabannya Bag. 1
Pendahuluan
Pada awalnya saya tertarik pada artikel yang ditulis oleh Bpk. Dr. Suhento Liauw ( kemudian saya singkap SL)karena pandangannya yang kristis terhadap ajaran kharismatik baik melalui websitenya maupun buletin Pedang Roh-nya. Saya tertarik karena hanya sedikit hamba Tuhan yang berani secara terang-terangangan mengritisi ajaran karismatik yang sedang trend tersebut. Pada umumnya banyak hamba Tuhan yang kompromi dengan ajaran karismatik.
Namun ketika membaca buletin Pedang Roh No. 55 , ketertarikan tadi berubah menjadi tidak simpatik, mengapa? Bagi orang yang belum mengenal lebih dalam tentang Jhon Calvin ( JC) dan teologinya (Calvinisme) akan dimungkinkan menerima penjelasan SL sebulat-bulatnya dan dianggap benar. Tetapi bagi mereka yang sudah membaca biografi Calvin dan mempelajari teologinya dengan sungguh-sungguh, maka uraian yang disampaikan oleh SL tentang JC dan Calvinisme hanya menunjukkan ketidaktahuan atau pengetahuan yang dangkal tentang JC dan Calvininisme yang berujung pada berbagai fitnah. Saya sebut fitnah karena apa yang disampaikan oleh SL tentang JC dan Calvinisme sama sekali tidak sesuai dengan fakta dan kebenaran yang ada. Apalagi sampai mengatai Calvin dan penganut Calvinisme sebagai orang “sinting” dan kata ejekan yang lainnya, yang bagi saya tidak layak diucapkan sebagai seorang hamba Tuhan.
Dalam tulisan ini saya ingin menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh SL adalah tidak benar dan sekaligus menunjukkan yang sebenarnya. Disamping itu saya juga ingin mencoba mengritisi beberapa ajaran dari SL yang menurut saya tidak sesuai dengan maksud firman Tuhan.
Sesungguhnya saya yang bodoh dan tidak pernah sekolah teologia ini tidak layak dan tidak pantas untuk mengritisi Bapak SL yang adalah seorang doktor teologia sekaligus pendiri dari sebuah teologi, tetapi karena 1Pet 3:15 berkata: “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu”, maka saya akan mempertanggunggjawabkan kebenaran yang saya yakini. Selain itu saya tidak menerima seorang Jhon Calvin yang saleh dan telah menjadi berkat bagi jutaan umat Tuhan diejek begitu rupa. Saya tidak bermaksud mendewakan Jhon Calvin dan ajarannya karena Jhon Calvin sendiri menolak dan tidak suka diperlakukan seperti itu, tetapi saya hanya ingin menyatakan kebenaran yang telah Tuhan bukakan ada Jhon Calvin supaya mereka yang menyalahpahami Jhon Calvin dan ajarannya menjadi tahu yang sebenarnya.
Untuk membantah fitnahan dari Dr. SL tentang JC dan Calvinisme, saya akan menggunakan beberapa tulisan / buku dari John Calvin, R.C. Sproul (seorang penentang keras Calvinisme yang akhirnya bertobat menjadi pengajar dan pembela Calvinisme) dan Bpk. Budi Asali terutama dari bukunya “Calvinisme yang Difitnah”, dan beberapa artikel lainnya, dan tentu saja hikmat dari Tuhan.
Akhirnya, biarlah pembaca sendiri yang menentukan apakah John Calvin dan Calvinisme yang tidak alkitabiah atau sebaliknya SL dan Arminianisme yang melenceng dari Alkitab.
Jawaban saya merupakan jawaban yang sederhana karena saya tidak pernah sekolah teologia. Untuk mendapatkan jawaban yang lengkap dan mendalam silahkan memcaca buku/artikel “Calvinis yang Difitnah yang ditulis oleh Pdt. Budi Asali di
http://www.members.tripod.com/gkri_exodus/p_5pnt00.htm

9 Fitnahan terhadap Calvinisme dari Dr. Suhento dan Jawabannya Bag. 1

Fitnah I
SL : “John Calvin bikin kesalahan ketika ia berkata bahwa Allahlah yang menyebabkan Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa” ( Pedang Roh 55 halaman 02 kolom 2 baris 3-5)
Bantahan :
Benarkah JC dan Calvinisme mengatakan bahwa Allahlah yang menyebabkan Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa? Apakah ini bukan kesimpulan yang salah dari SL terhadap ajaran Calvin / Calvinisme?
Saya yakin pernyataan di atas adalah kesimpulan yang salah dari SL yang memahami secara salah doktrin Provedensia Calvin. Mungkin dalam pandangan SL , Calvin mengajarkan bahwa karena segala sesuatu yang terjadi sudah ditetapkan Allah sebelumnya dan oleh karena itu manusia tidak mempunyai kemampuan untuk menolak apa yang terjadi padanya (seperti robot), sehingga pada saat manusia berdosa, dosa tersebut disebabkan karena memang Allah mengendakinya, sehingga Allahlah yang menyebabkan Adam dan Hawa berdosa. Jelas ini bukan ajaran Calvin dan Calvinis, bahkan boleh dikatakan sebagai anti Calvinis.
Lalu bagaimana pandangan yang sebenarnya dari John Calvin dan kaum Calvinis tentang tuduhan bahwa “Allah pencipta / penyebab dosa ini?
1. Pernyataan John Calvin yang sebenarnya.
Berkut ini adalah pernyataan John Calvin ketika menafsirkan Kejadian 45: 5 – 8 :
“Orang-orang saleh malu mengakui, bahwa apa yang manusia lakukan tidak bisa tercapai kecuali oleh kehendak Allah; karena mereka takut bahwa lidah-lidah yang tidak dikekang akan segera berteriak, bahwa Allah adalah pencipta dosa, atau bahwa orang jahat tak boleh dituduh karena kejahatannya, mengingat mereka menggenapi rencana Allah. Tetapi sekalipun kemarahan yang tidak senonoh ini tidak bisa dibantah secara efektif, cukuplah kalau kita menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikkan. Sementara itu, adalah benar untuk mempertahankan, apa yang dinyatakan oleh kesaksian yang jelas dari Kitab Suci, bahwa apapun yang manusia usahakan / rencanakan, tetapi ditengah-tengah segala keributan mereka, Allah dari surga menguasai rencana dan usaha mereka, dan, singkatnya, melakukan dengan tangan mereka apa yang Ia sendiri tetapkan”
Dari pernyataan Calvin di atas jelas bahwa pernyataan “Allah pencipta dosa” adalah keluar dari orang-orang yang tidak memahami doktrin “Providence Allah” (pelaksanaan yang tidak mungkin gagal dari Rencana Allah, atau, pemerintahan / pengaturan terhadap segala sesuatu sehingga Rencana Allah terlaksana.)
Bahkan Calvin menyatakan bahwa pernyataan Allah sebagai pencipta dosa merupakan sesuatu yang tidak senonoh dan menjijikkan.
2. Tanggapan dari kalangan Calvinis / Reformed
Ketetapan Allah yang kekal memang memberi peluang kemungkinan masuknya dosa ke dalam dunia, tetapi kenyataan ini tidak boleh ditafsirkan bahwa Allah adalah penyebab dosa dalam arti bahwa Allah adalah pembuat yang bertanggung jawab atas terjadinya dosa itu. Pengertian bahwa Allah adalah pencipta yang bertanggung jawab atas dosa dalam dunia tidak pernah disebutkan dalam Alkitab. “Jauhlah dari pada Allah untuk melakukan kefasikan, dan dari pada Yang Mahakuasa untuk berbuat curang.” (Ayb 34:10). Ia adalah Allah yang kudus (Yes 6:3) dan sama sekali tidak ada ketidakbenaran dalam Dia (Ul 32:4 Mzm 92:16). “Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.” (Yak 1:13). Ketika Allah menciptakan manusia maka Ia menciptakannya dengan baik dan menurut gambar dan rupaNya sendiri. Allah sangat membenci dosa, Ul 25:16; Mzm 5:4; Zakh 8:17, Luk. 16:15, dan di dalam Kristus Ia memberikan jaminan kebebasan manusia dari dosa. Berkenaan dengan semua ini maka jelas merupakan suatu penghujatan jika kita mengatakan bahwa Allah adalah pembuat dosa. Dan atas alasan itulah semua pandangan deterministik yang menganggap bahwa dosa merupakan natur yang harus ada dalam diri manusia harus ditolak. Pandangan deterministik ini pada penerapannya menjadikan Allah sebagai pembuat dosa, dan dengan demikian bertentangan dengan suara hati yang mengakui tanggung jawab manusia.
(Berkhof, Louis. TEOLOGI SISTEMATIKA 2: DOKTRIN MANUSIA. Jakarta: LRII, 1993)
Secara ringkas pernyataan resmi dari kaum Calvinis tentang “Allah penyebab/pencipta dosa adalah sebagai berikut:
“Allah, dari segala kekekalan, bertindak berdasarkan kehendak-Nya yang bijaksana dan kudus, dan tanpa perubahan menentukan segala sesuatu yang akan terjadi. Namun demikian itu sama sekali tidak berarti bahwa Allah adalah penyebab/pencipta dosa, dan penyebab dari kejahatan yang ada alam kehendak ciptaan. Allah tidak mengambil kemerdekaan dari penyebab kedua, malahan meneguhkan-Nya.”
(Sproul, R.C. Kaum Pilihan Allah: Malang: SAAT ,2003)
Perhatikan, Reformed meneguhkan kedaulatan Allah atas segala sesuatu dan menandaskan bahwa Allah tidak berbuat kejahatan dan melanggar kebebasan manusia. Kebebasan manusia dan kejahatan ada di bawah kedaulatan Allah.
Kesimpulan : John Calvin tidak pernah menyatakan bahwa Allah penyebab / pencipta dosa (termasuk dosa Adam dan Hawa), dan bahkan sebaliknya mengatakan bahwa pernyataan seperti tersebut adalan sesuatu yang tidak senonoh, menjijikkan, dan merupakan suatu penghujatan.

9 Fitnahan terhadap Calvinisme dari Dr. Suhento dan Jawabannya
Bag. 3

FITNAH II
(a) Kegagalan utama calvinisme ialah pada pemahaman mereka terhadap manusia yang Allah ciptakan. Mereka gagal memahami Adam sebagai manusia berakal budi dan berperasaan serta berkehendak bebas. (b) Itulah sebabnya John Calvin memaksakan kehendaknya kepada penduduk kota Genewa karena ia berpikir bahwa Allah memaksakan kehendak-Nya kepada semua ciptaan-Nya. ( Pedang Roh 55, hal 02 kolom 2 baris 10 – 18 – huruf (a) dan (b) saya tambahkan untuk memudahkan pembahasannya.
a. Benarkah John Calvin dan Calvinisme mengajarkan bahwa karena Allah sudah menentukan segala sesuatu yang sedang dan akan terjadi maka Adam tidak punya akal budi, tidak punya perasaan, dan tidak punya kehendak bebas sehingga ia bertindak seperti robot? Atau dengan kata lain Allah adalah tukang main paksa?
b. Betulkan John Calvin pernah memaksakan kehendaknya pada kota Genewa?
Bantahan:
a. Sekali lagi pernyataan pada point (a) di atas hanyalah menunjukkan kegagalan Dr. SL di dalam memahami doktrin-doktrin Calvinisme. Berikut ini adalah pandangan John Calvin tentang manusia, akal budi, perasaan, dan kehendak bebasnya. Silahkan menilai sendiri bagian mana yang tidak Alkitbiah dan andingkan dengan pandangan Dr. Suhento yang lebih condong ke pandangan para filsuf kafir ketimbang pada pandangan Alkitab!
Dosa telah masuk dan mendominasi seluruh umat manusia dan menguasai setiap jiwa. Selanjutnya kita akan meliliat apakah dosa telah merusak kebebasan kehendak kita. Bagaimana pandanganan para filsuf dan teolog mengenai hal ini? Para filsuf mengajarkan bahwa kehendak manusia itu bebas dan untuk taat kepada rasio atau kepada godaan nafsu. Jika ia memilih untuk taat kepada rasio ia akan mencapai kebebasan, sebaliknya jika ia tunduk kepada nafsu ia akan terperangkap. Namum pada dasarnya manusia diakui memiliki kebebasan dari dirinya untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Tidak seorang pun penulis Kristen awal yang tidak mengakui bahwa rasio dan kehendak manusia telah dicemari oleh dosa, tetapi banyak yang secarakompromistis mengikuti pandangan para filsuf. Mereka mengajarkan manusia seakan-akan masih memiliki kuasa atas dirinya, dan memiliki kehendak bebas untuk memilih dan melakukan apa yang benar, walaupun kemampuan itu telah demikian lemah, sehingga hanya dapat dilakukan melalui bantuan anugerah Allah.
Apa artinya ketika manusia dikatakan memiliki kehendak bebas? Pengertian yang benar ialah bukan bahwa ia memiliki kebebasan untuk memilih apa yang baik dan jahat, tetapi bahwa dia melalui kejahatan dengan sukarela dan tanpa paksaan. Jika demikian, kebebasan apakah yang ia miliki? Kebebasan kehendak dari seorang budak yang telah ditawan oleh kuasa dosa. Mengenai kehendak bebas ini, Augustinus tidak segan untuk menyebutnya sebagai “kehendak budak”,walaupun ia juga mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap orang yang menyangkal kehendak bebas untuk membebaskan diri mereka dari tanggung jawab perbuatan dosa mereka.
Augustinus menegaskan bahwa kehendak manusia itu tidak bebas karena ia tunduk kepada nafsunya. Kehendak yang telah ditawan oleh dosa ini tidak dapat berbuat apa-apa bagi kebenaran. Kehendak ini tidak bebas kecuali oleh anugerah Allah. Dan jika kita adalah budak dosa, mengapa kita menyombongkan diri dengan berkata memiliki kehendak bebas? Orang bisa saja mengatakan bahwa kehendaknya bebas, tetapi bukan yang dimerdekakan: ia bebas dari kebenaran dan diperbudak oleh dosa.
Selain Augustinus, para penulis lain umumnya menangani pokok masalah ini secara ambigu sehingga tidak ada sesuatu yang dapat dipelajari dari mereka. Kadang mereka mengajarkan kehendak telah demikian dirusak oleh dosa, sehingga manusia sepenuhnya bergantung kepada anugerah Allah, tetapi di lain kesempatan mereka menjelaskan manusia sepertinya memiliki segala kemampuan dari dirinya sendiri untuk melakukan apa yang benar. Dengan menyadari kengerian keadaan kita yang celaka, miskin dan telanjang ini, kita akan mendapatkan manfaat dari pengetahuan akan diri ini, karena mencegah kita untuk mengandalkan diri sendiri, sebaliknya hanya mengandalkan Tuhan semata-mata (Yer. 17:5 dan Mz. 147:10). Karena prinsip dasar agama ialah kerendahan hati, maka semakin sadar akan kelemahan kita, semakin kita mengandalkan anugerah Allah bagi kita. Doktrin ini mengingatkan kita untuk tidak bersandar kepada kebenaran kita sendiri, tetapi kepada kebenaran Allah, dan bahwa kita yang tidak apa-apanya ini hanya dapat bersandar kepada anugerah Allah untuk dapat melakukan apa yang benar dan berkenan kepada-Nya.
Karunia alamiah manusia, seperti rasio dan kehendak, walaupun mengalami kerusakan yang parah namun tidak hilang bersamakejatuhan. Karunia alamiah seperti rasio, itulah yang memampukan kita untuk membedakan yang benar dan salah, dan yang menjadikan kita makhluk rasional yang mengatasi binatang. Demikian juga kehendak kita tetap tidak terhapuskan oleh dosa. walaupun akibat kerusakannya yang parah ia kini
telah demikian terikat oleh keinginan-keinginan liar dan bukannya mencari apa yang benar.
Pengertian manusia dapat dibagi menjadi pengetahuan mengenai hal-hal bumi (berkenaan dengan kehidupan di bumi, seperti pemerintahan sipil, ekonomi domestik, semua keahlian teknis dan berbagai bidang ilmu dan hal-hal surgawi (pengetahuan akan Allah dan kehendak-Nya dan peraturan-Nya bagi kita supaya kita hidup sesuai dengan ini). Kemampuan untuk mendapatkan semua pengertian ini merupakan apa yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita. Walaupun kita tidak mampu mempelajari semua ilmu dan keahlian, tetapi kepada setiap orang Allah memberi keunggulan dalam bidang tertentu.
Semua kemampuan luar biasa yang ditunjukkan oleh para penulis dan filsuf kafir baik mengenai politik, hukum, matematika dan pengobatan, merupakan pencapaian yang sangat mengagumkan, namun semua itu harus kita akui berasal dari Allah, yang oleh Roh-Nya memberikan kepada siapa yang Ia kehendaki, seperti ketika Ia memberikan kepada Bezaleel dan Aholiab kemampuan untuk membangun Kemah Suci (Kel. 31:2-11; 35:30-35). Karena itu, adalah hal yang berkenan Allah jika kita mempelajari fisika, logika, matematika dan berbagai bidang ilmu dan kaiya seni yang dikerjakan oleh orang-orang kafir dan menggunakan dalam cara memuliakan Allah. Semua karunia luar biasa yang menjadikan kita mengungguli binatang ini harus kita akui sebagai pernyataan kebaikan Allah dan mendorong kita untuk bersyukur kepada-Nya dan bukannya justru menyombongkan diri.
Karunia rohani untuk mengetahui yang benar dan salah telah hilang dan baru akan dipulhkani melalui kelahiran baru. Mengenai hikmat rohani yang terdiri dari pengetahuan akan Allah, kasih-Nya kepada kita dan hukum Allah, kita hanya memiliki pengertian yang sangat dangkal. Sebagian penjelasanpara filsuf mengenai Allah sepertinya memberikan pengetahuan mengenai Allah, tetapi semua itu hanyalah imajinasi manusia yang membingungkan. Rasio manusia tidak bisa mencapai kebenaran ilahi untuk mengenai Allah sejati itu. Berkenaan dengan hal-hal ilahi, pengertian kita gelap, buta dan bodoh. Sehingga untuk mengenai Allah dengan benar kita membutuhkan anugrah khusus Allah yang dikerjakan oleh Roh Kudus, seperti dikatakan oleh Yohanes Pembaptis, “tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya. kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga” (Yoh. 3:27), atau seperti kata Musa,“matamu telah melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang besar itu, tetapi sampai sekarang Tuhan tidak memberi kamu akal budi (hati) untuk mengerti” (Ul. 29:3-4). Tanpa iluminasi Roh Kudus, orang-orang ini tidak akan dapat mengerti kebenaran ilahi. Kristus juga mengkonfirmasikan hal ini ketika la menegaskan, bahwa tidak seorang pun yang dapat datang kepada Bapa kalau tidak melalui Dia (Yoh. 6:44). Tidak ada jalan masuk ke dalam kerajaan kecuali ia diperbarui oleh Roh Kudus. Rasul Paulus mengungkapkan hal ini dengan jelas dalam l Korintus 2:14.
Dosa tidak sama dengan ketidaktahuan tetapi dapat disebabkan oleh delusi.Ketika Paulus menegaskan bahwa “dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka” (Rm. 2:14-15), ia mengatakan bahwa orang kafir telah mengetahui kebenaran hukum moral yang terukir dalam hati mereka, dan tidak sama sekali buta mengenai bagaimana mereka seharusnya hidup. Tetapi apa tujuan pengetahuan ini diberikan kepada manusia? “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan dihakimi oleh hukiun Taurat (Rm. 2:12). Karena tidak mungkin bagi orang kafir itu binasa tanpa pengetahuan akan benar dan salah, maka Paulus menunjukkan bahwa hati nurani mereka menyediakan tempat bagi hukum Taurat, karena itu cukup bagi penghakiman yang adil dan manusia tidak dapat berdalih. Dengan kata lain, hati nurani dapat menentukan apa yang benar dan yang salah sehingga manusia tidak dapat berdalih ketika kesalahannya dihakimi. Jadikita menolak pendapatPlato bahwa manusia berdosa karena ketidaktahuan. Betapa sering, orang sebenarnya sudah tahu apa yang lebih baik dan benar tetapi justru memilih melakukan yang salah dan buruk.
Kita tidak dapat menganggap setiap pertimbangan universal mengenai apa yang baik dan salah yang umumya diterirna orang banyak selalu benar dan sempurna. Jika kita memeriksa rasio kita dengan hukum Allah, yang merupakan hukum yang paling sempurna, maka kita akan menemukan banyak hal yang kita hargai adalah hal yang salah. Kita juga menolak pandangan mereka yang mengatakanbahwa semua dosa muncul dari kejahatan yang direncanakan. sebab ternyata kita sering melakukan kesalahan walaupun maksud kita itu baik. Rasio kita dipenuhi dengan penipuan dalam berbagai macam bentuk sehingga tidak mungkin dapat dijadikan sebagai penuntun yang pasti (2Kor. 3:5). Pikiran manusia telali jatuh dalam kesia-siaan (Mz 94:11; Kej. 6:5; 8:21). Dalam kebidupan betapa jelas pikiran kita selalu tertuju kepada hal-hal yang sia-sia.Bahkan setelah dilahirkan kembali kita masih perlu senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah, agar tidak tergelincir dari pengetahuan yang benar. Ini merupakan kesaksian dari Paulus (Kol. 1:9; Flp. 1:4) maupun Daud (Mz. 119:34).
Ketidakmampuan manusia dalam mengingini yang baik: Sekarang kita kembali memeriksa kehendak yang membuat pemilihan. Apakah kehendak kita dalam setiap bagiannya telah demikian dirusak sehingga tidak lagi menghasilkansesuatu yang baik kecuali kejahatan, atau ia masih mempertahankan sedikitbagian yang tidak tercemar yang dapat menjadi sumber keinginan baik. Mendasarkan pada Rm. 7:18-19, sebagian orang mengatakan bahwa kita dapat memiliki kemampuan untuk menginginkan yang baik, hanya terlalu lemah sehingga tidak dilakukannya. Tetapi ini merupakan penafsiran yang keliru, karena apa yang dimaksudkan Paulus dalam ayat itu ialah penjelasan mengenai konflik keinginan daging dan keinginan roh yang terus terjadi dalam batin orang Kristen. Ini sesuai dengan penegasan Kej. 8:21. bahwa apa yang dihasilkan hati manusia hanyalah kejahatan semata. Augustinus mengatakan: Akuilah bahwa segala sesuatu yang kita miliki itu kita dapatkan dari Allah: bahwa segala kebaikan yang kita miliki adalah dari Dia. namun apa pun yang jahat berasal dari kita.” Dalam kata lain, ia mengatakan: “Tidak ada sesuatu yang berasal dari kita, kecualidosa.”
Sumber:
Ready Bread Reformed Evangelical Daily Bible Reading, Artikel Mingguan Minggu ke 28, 29, 30.
Dikutip dari: http://www.geocities.com/thisisreformed/artikrl/institute_kehendakmanusia.html

Kesimpulan :
Baik Calvin maupun Calvinisme mengajarkan bahwa meskipun Allah telah menentukan segala sesuatu, manusia tetap mempunyai kebebasan didalam menggunakan akal budi, perasaan, dan kehendaknya. Akan tetapi semuanya itu berada di bawah kedaulatan dan otoritas Allah. Setelah jatuh manusia jatuh dalam dosa, maka kehendak bebasnya tertawan oleh kuasa dosa sehingga tidak mampu berbuat baik menurut standar Allah.
Jikalau ada bagian dari diri manusia (yang adalah hanya ciptaan Allah) terdapat sesuatu yang berada di luar kedaulatan dan otoritas Allah atau dengan kata lain kehendak bebas manusia berada di luar kontrol Allah maka Allah bukan lagi sebagai Allah, karena Dia tidak berdaulat dan berotoritas mutlak! Dan manusia akan menjadi semi allah atau allah-allah kecil yang dapat menentukan apapun yang mereka kehendaki tanpa ada yang mengendalikannnya bahkan Allah yang menciptakannya! Ajaran yang demikian jelas bertentangan dengan Alkitab. Sebaliknya, pandangan Dr. Suhento tentang kehendak bebas manusia sangat mirip dengan pandangan para filsuf sebelum dan semasa hidup John Calvin di atas!
(b) Saya tidak tahu sumber sejarah mana yang dibaca oleh Dr. Suhento sehingga mengambil kesimpulan bahwa John Calvin pernah memaksakan kehendaknya pada penduduk di kota Genewa. Yang jelas fitnahan terhadap John Calvin ini semata-mata didasari pada persepsi yang salah dari Dr. Suhento terhadap ajaran Calvin, bukan berdasarkan fakta yang sebenarnya.
Dan inilah fakta yang sebenarnya tentang John Calvin dan penduduk kota Genewa.
Bulan Juli 1536, Calvin tiba di Geneva.
“He intended to stop only a night, as he says, but Providence had decreed otherwise. It was the decisive hour of his life which turned the quiet scholar into an active reformer” (= Seperti katanya, ia bermaksud untuk berhenti hanya untuk satu malam, tetapi Providence telah menetapkan sebaliknya. Itu merupakan saat yang menentukan dari hidupnya yang mengubah pelajar pendiam itu menjadi tokoh reformasi yang aktif) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 347.
Di Geneva ini Calvin bertemu dengan William Farel. Sebelum melan-jutkan cerita tentang Calvin, ada baiknya kita mempelajari sedikit tentang Farel ini.
William Farel:
o Ia disebut sebagai ‘the pioneer of Protestantism in Western Switzerland’(= perintis Protestan di Swiss Barat) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 237.
o Ia adalah seorang penginjil keliling, selalu bergerak / bekerja tanpa henti-hentinya, seorang yang penuh dengan api / semangat dan keberanian, tetapi bukan seorang jenius seperti Luther atau Calvin. Dulunya ia adalah seorang Katolik yang sangat rajin dan bergairah, dan lalu menjadi seorang Protestan yang rajin dan bergairah.
o “He was a born fighter; he came, not to bring peace, but the sword. … He never used violence himself, except in language” (= Ia adalah seorang yang lahir sebagai seorang pejuang; ia datang, bukan untuk membawa damai, tetapi pedang. … Ia sendiri tidak pernah menggunakan keke-rasan, kecuali dalam bahasa / kata-kata) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 237.
o Ia sampai di Geneva tahun 1532, dan dalam melakukan penginjilan terhadap orang Katolik, timbul keributan. Ia lalu dipanggil ke rumah Abbe de Beaumont, wakil pemimpin keuskupan. Seseorang lalu berkata / bertanya dengan nada menghina: “Come thou, filthy devil, are thou baptized? Who invited you hither? Who gave you authority to preach?” (= Datanglah, setan kotor, apakah engkau dibaptis? Siapa mengundang engkau ke sini? Siapa memberimu otoritas untuk berkhotbah?).
Farel menjawab:
“I have been baptized in the name of the Father, the Son, and the Holy Ghost, and am not a devil. I go about preaching Christ, who died for our sins and rose for our justification. Whoever believes in him will be saved; unbelievers will be lost. I am sent by God as a messenger of Christ, and am bound to preach him to all who will hear me. I am ready to dispute with you, and to give an account of my faith and ministry. Elijah said to King Ahab, ‘It is thou, and not I, who disturbest Israel’. So I say, it is you and yours, who trouble the world by your traditions, your human inventions, and your dissolute lives” (= Aku dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan aku bukan setan. Aku berkeliling untuk mengkhot-bahkan Kristus, yang mati untuk dosa-dosa kita dan bangkit untuk pembenaran kita. Barangsiapa percaya kepadaNya akan diselamatkan; orang tidak percaya akan terhilang. Aku diutus oleh Allah sebagai utusan Kristus, dan harus mengkhotbahkan Dia kepada semua yang mau men-dengarku. Aku siap untuk berdebat dengan engkau, dan mempertang-gungjawabkan iman dan pelayananku. Elia berkata kepada raja Ahab, ‘Adalah kamu, dan bukan aku, yang mengganggu Israel’. Jadi aku berkata, adalah kamu dan milikmu, yang menyusahkan dunia dengan tradisimu, penemuan-penemuan manusiamu, dan hidupmu yang tidak dikekang).
Para pastor tidak berkeinginan berdebat dengan Farel, karena tahu bahwa mereka akan kalah. Tetapi seorang berkata: “He has blasphemed; we need no further evidence; he deserves to die” (= Ia telah menghujat; kita tidak membutuhkan lebih banyak bukti; ia layak mati).
Farel menjawab: “Speak the words of God, and not of Caiaphas” (= Ucap-kanlah firman / kata-kata Allah, dan bukan kata-kata Kayafas).
Ini menyebabkan ia dipukuli dan bahkan ditembak – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 243-244..
o “Oecolampadius praised his zeal, but besought him to be also moderate and gentle. ‘Your mission,’ he wrote to him, ‘is to evangelize, not a tyrannical legislator. Men want to be led, not driven’” (= Oecolampadius memuji semangatnya, tetapi memintanya untuk juga menjadi lunak dan lembut. ‘Misimu,’ ia menulis kepadanya, ‘adalah untuk menginjili, bukan menjadi pemerintah yang bersifat tirani. Manusia ingin dipimpin, bukan dipaksa / didorong’) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 238.
o “Farel’s work was destructive rather than constructive. He could pull down, but not build up. He was a conqueror, but not an organizer of his conquests; a man of action, not a man of letters; an intrepid preacher, not a theologian. He felt his defects, and handed his work over to the mighty genius of his younger friend Calvin” (= Pekerjaan Farel lebih bersifat merusak dari pada membangun. Ia bisa merobohkan, tetapi tidak bisa membangun. Ia adalah seorang pemenang / penakluk, tetapi bukan seorang yang bisa mengorganisir orang yang ditaklukkannya; orang yang banyak bekerja, bukan yang banyak belajar / berpikir; seorang peng-khotbah yang berani, bukan seorang ahli theologia. Ia merasakan kekurangan-kekurangannya, dan menyerahkan pekerjaannya kepada temannya yang lebih muda, yang sangat jenius, yaitu Calvin) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 239.
Dalam pertemuan Calvin dengan Farel, secara naluri Farel merasakan bahwa Calvin memang disediakan Allah untuk meneruskan dan menyela-matkan reformasi di Geneva.
Mula-mula Calvin menolak permintaan Farel untuk menetap di Geneva, dengan alasan bahwa ia masih muda, ia masih perlu belajar, dan juga rasa takut dan malunya yang alamiah yang menyebabkan ia tidak cocok untuk melayani banyak orang. Tetapi semua alasan ini sia-sia. Philip Schaff mengatakan:
“Farel, ‘who burned of a marvelous zeal to advance the Gospel,’ threatened him with the curse of Almighty God if he preferred his studies to the work of the Lord, and of his own interest to the cause of Christ. Calvin was terrified and shaken by these words of the fearless evangelist, and felt ‘as if God from on high had stretched out his hand’. He submitted, and accepted the call to the ministry, as teacher and pastor of the evangelical Church of Geneva” (= Farel, ‘yang berapi-api dengan semangat yang mengagumkan terhadap kemajuan Injil,’ mengancamnya dengan kutuk dari Allah yang mahakuasa kalau ia mengutamakan pelajarannya lebih dari pekerjaan Tuhan dan kesenang-annya sendiri lebih dari aktivitas / gerakan Kristus. Calvin sangat ketakutan dan gemetar karena kata-kata dari penginjil yang tak kenal takut ini, dan merasa ‘seakan-akan Allah dari atas mengulurkan tanganNya’. Ia tunduk / menyerah, dan menerima panggilan pelayanan, sebagai guru dan pendeta dari gereja injili di Geneva) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 348.
Dr. W. F. Dankbaar menceritakan hal ini sebagai berikut:
“Calvin menampik dan berkata, bahwa bukan itu rencananya. Ia ingin belajar lebih banyak lagi dan ia mau menulis. Untuk pekerjaan praktis, ia merasa diri tidak sanggup. Lebih dulu ia harus memperdalam ilmunya. Yang perlu baginya ialah: ketenangan hidup dan pikiran. Lalu ia meminta: ‘Kasihanilah saya dan biarkanlah saya mengabdikan diri saya kepada Tuhan dengan cara lain’. Tiba-tiba meloncatlah Farel. Dibekuknya bahu Calvin lalu berteriak dengan suara yang gemuruh: ‘Hanya ketenanganmu yang saudara pentingkan? Kalau begitu, saya atas nama Allah yang Mahakuasa menyatakan di sini: kehendakmu untuk belajar adalah alasan yang dibuat-buat. Jika saudara menolak menyerahkan diri saudara untuk bekerja dengan kami – Allah akan mengutuk saudara, sebab saudara mencari diri sendiri, bukan mencari Kristus!’. Calvin gemetar. Ini bukan Farel lagi yang bicara, ini adalah suara Tuhan. ‘Saya merasa disergap, tidak hanya karena permintaan dan nasehat, melainkan karena dalam kata-kata Farel yang sangat mengancam itu seolah-olah Allah dari surga meletakkan tanganNya dengan paksa di atasku’. Terlalu besar kuasa itu rasanya, lalu iapun menyerah” – ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 41-42.
Dalam pelayanan Calvin di Geneva itu, mula-mula pelayanan Calvin diterima dengan baik. Tetapi melihat kehidupan moral orang Geneva yang jelek, maka Calvin menulis ‘a popular Catechism’, dan Farel, dengan bantuan Calvin, menulis‘a Confession of Faith and Discipline’. Buku yang kedua ini mencakup pentingnya pendisiplinan dan pengucilan / siasat gerejani. Kedua buku ini diterima oleh sidang gereja Geneva pada bulan November 1536.
Sekalipun mula-mula orang-orang Geneva menerima dan tunduk pada kedua buku itu, tetapi karena disiplin itu mereka anggap terlalu keras, akhirnya mereka menentangnya. Ini menyebabkan Calvin dan Farel diusir dari Geneva pada tahun 1538.
Sepeninggal Calvin dan Farel, Geneva justru menjadi kacau balau, se-hingga akhirnya Geneva memanggil Calvin, yang pada waktu itu menetap di Strassburg, untuk kembali. Pada mulanya, selain Strassburg tidak ingin kehilangan Calvin, Calvin sendiri sama sekali tidak ingin kembali.
“‘There is no place in the world,’ he wrote to Viret, ‘which I fear more; not because I hate it, but because I feel unequal to the difficulties which await me there’. He called it an abyss from which he shrank back much more now than he had done in 1536″ (= ‘Tidak ada tempat di dunia,’ ia menulis kepada Viret, ‘yang lebih aku takuti; bukan karena aku membencinya, tetapi karena aku merasa tidak memadai terhadap kesukaran-kesukaran yang menung-guku di sana’. Ia menyebutnya sebagai jurang yang sekarang lebih ia takuti / jauhi dari pada yang ia lakukan pada tahun 1536) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Tetapi Philip Schaff juga menambahkan:
“At the same time, he was determined to obey the will of God as soon as it would be made clear to him by unmistakable indications of Providence. ‘When I remember,’ he wrote to Farel, ‘that in this matter I am not my own master, I present my heart as a sacrifice and offer it up to the Lord’” (= Pada saat yang sama, ia memutuskan untuk mentaati kehendak Allah begitu hal itu menjadi jelas baginya oleh petunjuk yang tak bisa salah dari Providence. ‘Pada saat aku ingat,’ ia menulis kepada Farel, ‘bahwa dalam persoalan ini aku bukanlah tuan dari diriku sendiri, aku memberikan hatiku sebagai suatu korban dan mempersembahkannya kepada Tuhan) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Farel juga mendesak Calvin untuk mau kembali ke Geneva.
“Farel’s aid was also solicited. With incomparable self-denial he pardoned the ingratitude of the Genevese in not recalling him, and made every exertion to secure the return of his younger friend, whom he had first compelled by moral force to stop at Geneva. He bombarded him with letters. He even travelled from Neuchatel to Strassburg, and spent two days there, pressing him in person and trying to persuade him, …” (= Bantuan Farel juga diminta. Dengan penyang-kalan diri yang tidak ada bandingannya ia mengampuni rasa tak tahu berte-rima kasih dari orang-orang Geneva yang tidak memanggilnya kembali, dan membuat setiap usaha untuk mengembalikan temannya yang lebih muda, yang mula-mula ia paksa untuk berhenti di Geneva. Ia membombardir Calvin dengan surat. Ia bahkan melakukan perjalanan dari Neuchatel ke Strassburg, dan melewatkan dua hari di sana, menekannya secara pribadi dan mencoba untuk membujuknya, …) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 431.
“Farel continued to thunder, and reproached the Strassburgers for keeping Calvin back. He was indignant at Calvin’s delay. ‘Will you wait,’ he wrote him, ‘till the stones call thee?’” (= Farel terus mengguntur, dan mencela orang-orang Strassburg karena menahan Calvin. Ia jengkel karena penundaan Calvin. ‘Apakah kamu kamu menunggu,’ tulisnya kepada Calvin, ‘sampai batu-batu memanggilmu?’) – Philip Schaff,‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Akhirnya, pada tanggal 13 September 1541, Calvin kembali ke Geneva, dan pada tanggal 16 September 1541, ia menulis surat kepada Farel:
“Thy wish is granted, I am held fast here. May God give his blessing” (= Keinginanmu dikabulkan, sekarang aku terikat di sini. Kiranya Allah memberikan berkatNya) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
Philip Schaff berkata:
“Never was a man more loudly called by government and people, never did a man more reluctantly accept the call, never did a man more faithfully and effectively fulfil the duties of the call than John Calvin when, in obedience to the voive of God, he settled a second time at Geneva to live and to die at this post of duty” (= Tidak pernah ada orang yang dipanggil lebih keras oleh pemerintah dan masyarakat, tidak pernah ada orang yang menerima panggilan dengan begitu segan, tidak pernah ada orang yang memenuhi tugas panggilan dengan lebih setia dan effektif dari pada John Calvin, pada waktu, dalam ketaatan pada suara Allah, ia tinggal / menetap untuk kedua-kalinya di Geneva untuk hidup dan mati di tempat tugasnya ini) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
“Calvin had labored in Geneva twenty-three years after his second arrival, – that is, from September, 1541, till May 27, 1564, – when he was called to his rest in the prime of manhood and usefulness, …” (= Calvin bekerja 23 tahun di Geneva setelah kedatangannya yang kedua, – yaitu mulai September 1541 sampai 27 Mei 1564, – pada waktu ia dipanggil kepada peristirahatannya pada puncak kemanusiaan dan kegunaannya) – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.
“He continued his labors till the last year, writing, preaching, lecturing, attending the sessions of the Consistory and the Venerable Company of pastors, entertaining and counselling strangers from all parts of the Protestant world, and corresponding in every direction. He did all this notwithstanding his accumulating physical maladies, as headaches, asthma, dyspepsia, fever, gravel, and gout, which wore out his delicate body, but could not break his mighty spirit. When he was unable to walk he had himself transported to church in a chair” (= Ia meneruskan pekerjaannya sampai tahun terakhir, menulis, berkhotbah, mengajar, menghadiri sidang gereja dan kumpulan pendeta terhormat, menghibur dan menasehati orang-orang asing dari seluruh penjuru dunia Protestan, dan surat-menyurat dalam semua arah. Ia melakukan semua ini sekalipun penyakit-penyakit fisiknya bertumpuk-tumpuk, seperti sakit kepala, asma, pencernaan yang terganggu, demam, batu ginjal, dan sakit dan bengkak pada kaki dan tangan, yang melelahkan tubuhnya yang lemah, tetapi tidak bisa menghancurkan rohnya / semangat-nya yang kuat. Pada waktu ia tidak bisa berjalan, ia menyuruh orang mengangkatnya ke gereja di sebuah kursi) – Philip Schaff,‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.
Calvin mati karena asma pada tanggal 27 Mei 1564, di Geneva, pada usia hampir 56 tahun – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 274.
“Farel, then in his eightieth year, came all the way from Neuchatel to bid him farewell, although Calvin had written to him not to put himself to that trouble. He desired to die in his place. Ten days after Calvin’s death, he wrote to Fabri (June 6, 1564): ‘Oh, why was not I taken away in his place, while he might have been spared for many years of health to the service of the Church of our Lord Jesus Christ!’” [= Farel, yang saat itu berusia 80 tahun, datang dari Neuchatel untuk mengucapkan selamat jalan, sekalipun Calvin telah menulis kepadanya untuk tidak melakukan hal itu. Ia ingin mati menggantikan Calvin. 10 hari setelah kematian Calvin, ia menulis kepada Fabri (6 Juni 1564): ‘O, mengapa bukan aku yang diambil sebagai ganti dia, sementara ia bisa tetap hidup sehat untuk waktu yang lama untuk melayani Gereja Tuhan Yesus Kristus’] – Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 822.
Sumber : Pdt. Budi Asali – Calvinisme yang Difitnah
Dari fakta sejarah ini jelaslah bahwa John Calvin tidak pernah memaksakan kehendaknya pada orang-orang Genewa. Memang mereka pernah menolak Calvin, tetapi penolakan ini terjadi bukan karena Calvin memaksakan kehendaknya pada mereka, tetapi karena mereka tidak mau kehidupan moral mereka yang jelek diperbaruhi oleh ajaran Calvin. Bukti bahwa orang-orang Genewa meminta Calvin kembali ke Genewa dan ia melayani di disana selama 23 tahun (sampai meninggalnya) menunjukkan bahwa orang-orang Genewa (yang oleh Dr. Suhento dianggap dipaksa oleh Calvin) sangat menghargai dan menghormati Calvin.
Dengan melihat fakta ini, maka pernyataan bahwa John Calvin memaksakan kehendaknya pada penduduk Genewa adalah suatu fitnah yang sangat keji dan tidak pada tempatnya.

9 Fitnahan terhadap Calvinisme dari Dr. Suhento dan Jawabannya Bag. 4

Fitnah III
John Calvin, demikian juga dengan John Owen pengikut setianya, manekankan tujuan penciptaan adalah untuk kemuliaan Allah terasa agak mengusik karena seolah-olah Allah kurang mulia sebelum menciptakan manusia. ……….. Yang lebih tepat adalah Allah menciptakan makhluk pribadi, dan ingin mendapatkan sikap positif …….yang timbul dari hati tiap-tiap pribadi, bukan yang ditentukan oleh Allah. (NB: dari uraian sebelumya sikap positif yang dimaksud adalah mencintai Allah).
(Pedang Roh No. 55 hal 02 kolom 3 baris 1 – 16)
Tanggapan:
(a) Benarkah tujuan penciptaan Allah untuk kemuliaan Allah semata-mata ajaran Calvin atau Allah sendiri yang menyatakannya? Benarkah kita memuliakan Allah karena Allah kurang mulia?
(b) Apakah manusia dapat mencintai Allah dengan sendirinya?
(c) Apakah ada sesuatu dari manusia yang berada di luar rencana dan ketentuan Allah?
Dan ….. Inilah yang sebenarnya!
(a) Tujuan manusia diciptakan untuk kemuliaan Allah ternyata bukan ajaran John Calvin semata, tetapi langsung dinyatakan oleh Allah sendiri:
Yesaya 43:7 semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!”
1 Korintus 10:31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya ituuntuk kemuliaan Allah.
Untuk apakah kita melakukan segala sesuatu? Jelas hanya untuk Kemuliaan Allah
Rom 11:36 Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Dari ayat di atas sudah sangat jelas bahwa tujuan akhir dari penciptaan adalahkemuliaan bagi Allah.
Jadi, kalau Dr. Suhento ingin berbantah, berbantalah pada Allah, bukan padaJohn Calvin karena Calvin hanya menyatakan apa yang Allah nyatakan Sendiri.
kita memuliakan Allah karena memang Allah itu Mahamulia. Jika kita percaya bahwa Allah itu Mahamulia tetapi tujuan hidup kita tidak memuliakan-Nya, berarti kita manusia / ciptaan yang tidak tahu diri. Kalau presiden, raja, duta besar dari negara-negara lain saja, kita muliakan, masakkan Allah, Raja dari segala raja, Pencipta mereka, tidak kita muliakan?
Memuliakan sesuatu yang kurang mulia adalah tindakan yang bodoh, tetapi memuliakan Allah Yang Mahamulia adalah tindakan bijaksana dan mulia!
Jadi, kita memuliakan Allah bukan karena Allah kurang mulia tetapi justru karena Allah Mahamulia maka wajib dan harus kita muliakan!
Psa 72:19 Dan terpujilah kiranya nama-Nya yang mulia selama-lamanya, dankiranya kemuliaan-Nya memenuhi seluruh bumi. Amin, ya amin.
(b) Sekarang mari kita bandingkan dengan ajaran Dr. Suhento.
Adakah ayat di Alkitab (baik yang eksplisit maupun emplisit) yang menyatakan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia agar manusia dapat mencintai Allah dengan kehendak bebasnya tanpa penentuan Allah atau campur tangan Allah? PASTI TIDAK ADA
Pernyataan bahwa kita dapat melakukan sesuatu di luar penentuan Allah membuat kita lebih tinggi dari sekedar ciptaan Allah dan menurunkan kedaulatan Allah yang mutlak atas segala sesuatu (termasuk manusia walaupun manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah).
Apa kata Alkitab?
Mazmur 31:23 (31-24) Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya!
Ulangan 30:6 Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup.
Jadi jelas bahwa manusia tidak dapat mencitai Tuhan kalau Tuhan tidak terlebih dahulu bertindak (mengasihi ) manusia!
Amsal 16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.
Yeremia 10:23 Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.
Dari dua ayat di atas sudah jelas bahwa Tuhanlah yang menentukan jalan hidup manusia dan sebaliknya manusia dengan kehendak bebasnya tidak dapat menentukan jalan hidupnya senidiri. Tanpa anugerah Tuhan manusia itu bukan apa-apa, untuk itu janganlah kita sombong seolah-olah dengan kehendak bebas kita, kita benar-benar bebas dapat menentukan hidup kita sesuka hati kita.
Kehendak bebas kita tetap berada di bawah kedaulatan Allah yang mutlak, tetapi keberadaanya tetap sejajar sehingga tidak bisa satukan oleh pengertian manusia yang terbatas ini. Artinya, dengan kedaulatan-Nya yang mutlak atas hidup kita, bukan berarti Allah melanggar kehendak bebas yang sudah diberikan kepada kita. Akal kita yang sangat terbatas ini tidak akan mampu memahahi kebenaran Allah yang tidak terbatas tersebut. Tetapi Dr. Suhento mau mencoba memahaminya dan mengompromikan dua kebenaran tersebut dengan cara merendahkan kedaulatan Allah dan meninggikan kehendak bebas manusia.
2 Korintus 3:18 Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah supaya kita dapat mencermikan kemuliaan Allah (termasuk di dalamnya kasih, keadilan, kekudusan Allah, dsb). Setelah manusia jatuh dalam dosa, cermin itu rusak sehingga bayangan (image) Allah tidak bisa terbentuk dengan baik pada manusia. Dan untuk itulah Kristus datang untuk memperbaiki “cermin” tersebut sehingga manusia dapat memantulkan kembali kemuliaan Allah.
Apakah Allah yang sudah sempurna di dalam kasih (ketiga pribadi Allah Tritunggal saling mengasihi dengan kasih yang sempurna) masih perlu kasih dari manusia ciptaaan-Nya?
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah justru supaya manusia dapat menjadi objek kasih Allah, bukan sebagai subjek kasih!
1 Yohanes 4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Nah, mana yang Alkitabiah, manusia diciptakan untuk kemuliaan Allah dan menjadi objek kasih Allah, atau manusia diciptakan karena Allah menghendaki kasih / cinta dari manusia berdasarkan kehendak bebas manusia?

Fitnah IV
“Mayat “dapat bawa mobil!

a) Benarkah bahwa John Calvin dan Calvinisme mengajarkan bahwa manusia berdosa kehilangan kemampuan akal budinya sehingga manusia seperti mayat yang dapat membawa mobil dan membangun kota?
b) Apakah doktrin kematian rohani dari Jhon Calvin dan Calvinisme tidak Alkitabiah?
Baca kembali bantahan Fitnah II
Menurut Calvin, pada dasarnya manusia mempunyai karunia alamiah dan karunia rohani. Karunia alamiah menyangkut kemampuan rasio dan kehendak. Kemampuan rasio mencakup pengetahuan akan hal-hal bumi (kehidupan di bumi seperti IPA, matematika, pemerintahan, ekonomi, dsb) dan pengetahuan akan hal-hal surgawi ( pengetahuan akan Allah dan kehendak-Nya, hukum-hukum-Nya, dsb). Pada saat manusia jatuh dalam dosa kemampuan alamiah ini TIDAK HILANG / MATI. Tetapi masih ada dalam diri manusia walaupun sangat terbatas sehingga manusia masih mempunyai rasio untuk berpikir, membangun gedung-gedung pencakar langit, pergi ke ruang angkasa dan sebagainya. Kehendak manusia juga tidak hilang. Ia masih dapat mengingini dan melakukan sesuatu menurut kehendaknya walaupun sudah dikuasai oleh dosa.
Nah, yang hilang / mati adalah karunia rohani manusia. Manusia tidak mampu lagi mengetahui yang baik dan salah menurut standar Allah. Keinginan untuk melakukan hal yang baik menurut standar Allah juga sudah mati.
Marilah kita lihat apa kata Firman Tuhan tentang kondisi rohani manusia yang sudah jatuh dalam dosa (mati rohani).
Roma 3: 9-18
Jadi bagaimana? Adakah kita mempunyai kelebihan dari pada orang lain? Sama sekali tidak. Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa, seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.”
Inilah keadaan orang berdosa ( mati rohaninya)
1) Tidak ada yang benar
Yesaya 53:6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,
Titus 3:3 Karena dahulu (sebelum dilahirkan kembali) kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci.
Tidak ada manusia yang benar tentu saja bermula dari tidak adanya kemampuan untuk memilih yang benar (kebenaran yang dimaksud disini adalah kebenaran menurut standar Alah bukan menurut standar manusia)
2) Tidak ada yang berakal budi dan mencari Allah
TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. (Mazmur 14:2,3)
Yang dimaksud akal budi disini bukanlah akal untuk berpikir tentang berbagai ilmu pengetahuan tetapi akal untuk mengetahui tentang Allah yang sebenarnya / sejati. Karena kemampuan untuk tahu saja tidak ada kama konsekuen logisnya mereka tidak akan mencari Allah.
Lalu, bagaimana dengan agama-agama di luar Kristen? Bukankah mereka juga mencari Allah?
Benar, tetapi Allah yang mana? Allah yang mereka cari dan kenal adalah allah menurut konsep, imaginasi dan pengertian mereka sendiri dimana akal dan pikiran mereka sudah tumpul dan tercemar oleh dosa sehingga tidak mampu untuk mengetahui Allah yang benar.
Menurut Firman Tuhan, bukan manusia yang mencari Allah, tetapi justru Allahlah yang mencari manusia.
3) Tidak ada yang berguna dan berbuat baik.
Yesaya 64: 6 Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor,
Menurut pandangan Allah, segala suatu yang dilakukan di luar Kristus adalah sia-sia / tidak berguna. Apa yang dianggap sebagai perbuatan baik (menolong sesama, beribadah, dsb) hanyalah seperti kain kotor (tercemar dan ternoda) yang dalam bahasa aslinya maaf .. seperti caiaran menstruasi .. najis dan menjijikkan!
4) Tidak ada yang mempuyai rasa takut pada Allah!
Apakah yang dapat dibanggakan dari manusia berdosa seperti ini?
– cintanya kepada Allah? TIDAK! Mengenal saja tidak bisa, apalagi mencintai-Nya.
– Percaya kepada Allah? JUGA TIDAK! Bagaimana bisa percaya, mencari saja tidak!
Jadi, kalau kita bisa mengenal Allah dan Percaya / beriman kepada-Nya, itu semata-mata karena anugerah ( Sola Gratia)
Bagi orang yang berpandangan bahwa percaya / iman mendahului kelahiran kembali, keadaan orang berdosa seperti ini perlu dipertimbangkan baik-baik!
Dari uraian di atas jelaslah bahwa Dr. Suhento salah menilai ajaran John Calvin dan Teologi Reformed. Menurut Dr. Suhento ajaran mati rohani John Calvin adalah mati akal / pikiran dan perasaan / kehendak sehingga ia mengejek dengan “mayat kok bisa menyetir mobil dan membangun kota! Padahal kematian rohani John Calvin dan teologi Reformed sama sekali berbeda!
Perbedaan pokok antara Calvin dan kaum Reformed dengan Dr. Suhento Cs adalah pada penilaian sifat dasar manusia. Calvin dan kaum Reformed berpandangan bahwa pada dasarnya manusia keturunan Adam mempunyai sifat dasar sebagai orang berdosa yang merupakan konsekuensi dari kejatuhan Adam, sehingga sekalipun belum dilahirkan ia sudah dalam keadaan dosa:
Mazmur 54 : 1 Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.
Kejadian 6: 5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
Kej 8:21b “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”
Dapatkah sumber air yang kotor dapat mengeluarkan air yang jernih? TIDAK BISA
Untuk dapat merespon Kasih Allah dan taat kepada Allah manusia yang berdosa ini memerlukan roh yang baru dan hati yang berbeda :
Yehezkiel 11:19 Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat,
Atau dalam Perjanjian Baru dikenal sebagai kelahiran kembali.
Sedangkan menurut Dr. Suhento cs, manusia pada dasarnya baik. Dosa tidak begitu mempengaruhi sifat manusia. Dosa hanya pada permukaan sedangkan bagian yamg paling dalam pada manusia pada dasarnya baik sehingga manusia masih bisa merespon kasih Allah dan taat pada Allah tanpa campur tangan Allah. Ajaran seperti ini cocok dengan pandangan kaum Humanis yang memang menjunjung tinggi manusia lebih tinggi dari sekedar ciptaan Tuhan yang sudah memberontak pada penciptanya.

Fitnah V
Allah Jhon Calvin dan Calvinisme adalah Allah yang sinting!

Fitnah keji di atas muncul karena Dr. Suhento menganggap bahwa tujuan Jhon Calvin dan Calvinis mengabarkan Injil adalah agar orang-orang yang tidak percaya (mayat rohani) memberi respon terhadap kasih Allah yang ditawarkan kepada mereka. TETAPI INI BUKAN TUJUAN PENGINJILAN CALVINIS.
Tujuan memberitakan Injil bukan untuk meminta respon orang yang tidak percaya (mayat rohani), karena mereka tidak akan mungkin memberi respon, tetapi UNTUK MEMBERITAKAN FIRMAN TUHAN YANG DISERTAI KARYA ROH KUDUS YANG BERKUASA MENGHIDUPKAN KEMBALI MAYAT-MAYAT ROHANI SEHINGGGA ORANG-ORANG YANG SUDAH DIPILIH DAN DITENTUKAN SEJAK SEMULA MENJADI PERCAYA KEPADA INJIL DAN DISELAMATKAN. I
Kisah Para Rasul 13: 47-49
Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.” Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya. Lalu firman Tuhan disiarkan di seluruh daerah itu.
Berdasarkan firman Tuhan di atas, orang yang dapat percaya kepada Tuhan Yesus itu sudah ditentukan terlebih dulu oleh Allah! Untuk mendapatkan hidup kekal yang telah disediakan oleh Allah, orang tersebut harus percaya kepada berita Injil. Untuk dapat percaya mereka perlu dilahirkan kembali. Untuk proses kelahiran kembali mereka harus mendengar firman Tuhan. Untuk dapat mendengar firman Tuhan maka perlu ada orang yang membawa / memberitakannya. INILAH DASAR / ALASAN JHON CALVIN DAN CALVINIS MEMBERITAKAN INJIL.
Roma 10:14
Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?
Jadi, Jhon Calvin mengabarkan Injil kepada “mayat-mayat rohani” bukan agar mereka merespon pemberitaan tersebut (jelas tidak mungkin) tetapiagar firman Tuhan dengan karya Roh Kudus tersebut menghidupkan “mayat-mayat” yang telah ditentukan Allah untuk mendapat hidup yang kekal.
1Pe 1:23 Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.
Jadi, ALLAH YANG MENGUTUS JHON CALVIN DAN CALVINIS BUKAN PRIBADI YANGSINTING TETAPI PRIBADI YANG PENUH KASIH DAN PENUH ANUGERAH KARENA MAU MENGHIDUPKAN KEMBALI ORANG-ORANG YANG PADA DASARNYA TIDAK LAYAK DAN TIDAK PANTAS UNTUK DIHIDUPKAN KEMBALI, DAN ADALAH KEHORMATAN YANG SANGAT BESAR JIKALAU KAMI DIJADIKAN SEBAGAI ALAT UNTUK MEWUJUDKAN KASIH DAN ANUGERAHNYA TERSEBUT!
Lalu, siapa sebenarnya yang sinting?

Fitnah VI
Ajaran bahwa kelahiran baru terjadi mendahului iman dari John Calvin dianggap tidak Alkitabiah!

Sebaliknya Dr. Suhento menyatakan bahwa yang Alkitabiah adalah iman mendahului kelahiran baru!

Mari kita lihat apa kata Alkitab yang sebenarnya!
a) Bantahan atas tafsiran Dr. Suhento
Yohanes 1:
10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.
11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.
12 (a) Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, (b)yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.
Mari kita cermati Firman Tuhan di atas!
Ayat 10 dan 11 menyatakan bahwa dunia dan umat kepunyaan-Nya tidak mengenal dan tidak menerima Tuhan. Tetapi mengapa pada ayat 12 tiba-tiba ada orang-orang yang menerima-Tuhan padahal pada ayat-ayat sebelumnya dikatakan bahwa mereka tidak mengenal dan menerima-Nya? Apa yang menyebabkan perubahan ini?
Jawabannya ada pada ayat 12b dan 13. Kalau kita baca berurutan, maka ada sebab akibat dengan urutan yang terbalik yaitu dari belakang ke depan. Orang – orang yang menerima-Nya adalah orang-orang yang percaya dalam nama-Nya, orang-orang yang percaya adalah orang-orang sudah dilahirkan baru dari Allah.
Menerima Kristus  Percaya  Lahir baru
Ket.  dibac a “karena”
Urutan di atas juga sesuai dengan pola kalimat DM (kata / kalimat di bagian belakang menerangkan kata / kalimat yang ada di depannnya)
Jelasnya, pada dasarnya manusia yang sudah berdosa dan dikuasi oleh tabiat dosa pada hakekatnya tidak dapat mengenal dan menerima Allah yang menyelamatkan (walaupun secara kognitif mereka tahu tentang Allah). Allah harus melahirkan baru orang tersebut sehingga dapat mengenal, percaya dan menerima Tuhan yang benar dan menyelamatkannya.
(lihat juga bantahan fitnah IV).
Yehezkiel 36:26 Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.
Tanpa hati dan roh yang baru dari Allah, kita tidak mungkin bisa percaya, menerima dan taat pada Tuhan!
Kalau menurut Dr. Suhento : percaya  menerima Kritus  Lahir baru
Urutan seperti ini jelas merusak pola kalimat dan mengacaukan pola pikir dari Yohanes. Kalau urutan Dr. Suhento yang benar, maka ayat 13 seharusnya diletakkan sebelum ayat 12(a) dan sebaliknya ayat 12(b) diletakkan setelah ayat 13. Tetapi mengapa Yohanes tidak menulis seperti itu? Karena urutan seperti ini sama dengan menyatakan orang buta yang tiba-tiba bisa melihat tanpa disembuhkan terlebih dahulu dari kebutaanya. Bisakah? Mustahil.
Mari kita lihat apa kata Tuhan Yesus:
Yohanes 3:
3 Yesus menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”
5. Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
7 Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali.
11 Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami.
12 Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?
Ayat 3 dan 5
Tanpa kelahiran kembali, kita bukan hanya tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah, melihat saja-pun tidak dapat. Pertanyaanya adalah bagaimana kita dapat merespon Cahaya Ilahi (Firman Tuhan) jika kita tidak bisa melihat-Nya? Untuk dapat meresponnya mata kita harus dicelikkan terlebih dahulu, kita harus dilahirkan kembali!
Ayat 7 – 12 juga sangat jelas bahwa syarat agar Nikodemus dapat percaya dan menerima kesaksian tentang Kerajaan Allah adalah harus dilahirkan kembali terlebih dahulu!
Sekarang apa kata para rasul?
Roma 10:17 Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana iman dapat timbul dari firman Kristus / Tuhan?
Rasul Petrus menjawab pertanyaan tersebut:
1Pe 1:23 Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.
Jadi, proses firman Tuhan yang menimbulkan iman adalah firman Allah (dengan karya Roh Kudus)  melahirkan kembali  iman dan taat.
Dalam perumpaan-perumpaan–Nya, Tuhan Yesus sering mengibaratkan firman dengan benih dan kita tahu bahwa benih merupakan cikal bakal dari adanya tanaman baru sehingga tanaman baru tersebut akan mengasilkan buah!
Satu lagi:
Titus 3:
3 Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci.
4 Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia,
5 pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,
Dari ayat-ayat di atas, jelas bahwa kita diselamatkan oleh kelahiran kembali / diperbaharui oleh Roh Kudus pada saat kita masih dalam keadaan tersesat dan berdosa. Bukan seperti ajaran Dr. Sehento :
Tersesat / berdosa  bertobat  percaya  lahir baru.
Alkitab selalu menyatakan bahwa karya Roh Kudus dalam menyelamatkanterjadi saat kita masih dalam keadaan berdosa, sebab tanpa kelahiran kembali oleh Roh Kudus kita tidak mungkin bisa bertobat dan percaya kepada Tuhan. Inilah anugerah Allah sejati. Kalau iman manusia yang membuat orang lahir baru, maka keselamatan bukan anugerah, tetapi anugerah + respon manusia (perbuatan baik)
Efesus 2:8,9 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
b) Bagiamana dengan Efesus 1: 13?
Untuk lebih jelasnya saya tuliskan sampai ayat 14.
13 Di dalam Dia kamu juga–karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu–di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.
14 Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.
Saya tidak tahu mengapa Dr. Suhento mengaitkan kata dimeteraikan dengan Roh Kudus dengan kelahiran kembali? Padahal dengan melihat kata aslinya (σφραγίζω / sphragizō yang berarti segel, tanda, jaminan keamanan) dan ayat 14 jelas bahwa yang dimaksudkan dengan dimateraikan dengan Roh Kudus adalah bahwa Roh Kudus akan terus berdiam dan bekerja / berkarya dalam hidup kita sehingga keselamatan kita itu benar-benar terjamin dan aman . Ingat, Tuhan Yesus pernah berjanji bahwa Dia akan mengutus Roh Kudus untuk menolong dan menyertai orang percaya selama-lamanya!
Yoh 14:16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Jadi urutan keselamatan:
Dipilih  Firman Allah+karya Roh Kudus  Lahir baru  percaya / iman  ditolong / disertai Roh Kudus sampai mencapai kesempurnaan keselamatan.
Kesimpulannya, ketika Roh Kudus melahirkan kembali seseorang Ia terus aktif bekerja dan berkarya dalam orang tersebut sampai selama-lamanya sebagai jamaninan bahwa orang tersebut telah benar-benar menjadi Anak Allah dan diselamatkan.
Roma 8:29, 30 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Perhatikan lima tindakan aktif Allah di dalam menyelamatkan semua orang pilihan-Nya. Adakah unsur dari manusia yang terlibat di dalamnya? Tidak ada. Keselamatan adalah tindakan aktif Allah atas manusia yang berdosa. Inilah anugerah. Tugas kita adalah mengucap syukur dan hidup untuk kemuliaan Allah yang telah menyelamatkan kita. Segala kemuliaan hanya bagi Allah!
Sekali lagi pola keselamatan seseorang selalui didahului dengan firman Allah, firman Allah (dengan karya Roh Kudus) akan melahirkan kembali orang itu sehingga ia bisa percaya / beriman.
Jadi jelaslah, iman timbul pada diri seseorang setelah orang tersebut dilahirkan kembali oleh firman Tuhan dan karya Roh Kudus berdasarkah pilihan kasih karunia Allah pada orang tersebut!
Satu hal lagi, manusia yang berdosa membuat kemampuan rohaninya mati, mereka tidak sanggup mengenal Allah yang benar dan berbuat baik menurut pandangan Allah (lihat bahtahan Fitnah IV). Untuk dapat mengenal Allah dan merespon kasih-Nya, manusia berdosa harus dilahirkan kembali terlebih dahulu
Untuk lebih jelasnya saya kutipkan dari tulisan karya RC Sproul
Demikian pula halnya dengan kelahiran kembali secara rohani. Kelahiran kembali menghasilkan kehidupan yang baru. Kelahiran kembali itu merupakan awal dari kehidupan baru tetapi bukan merupakan keseluruhan dari kehidupan yang baru. Kelahiran baru adalah momen transisi yang penting dari kematian rohani kepada kehidupan rohani. Seseorang tidak pernah dilahirkan kembali secara sebagian. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan: orang itu sudah dilahirkan baru atau belum dilahirkan baru.
Pengajaran Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa regenerasi merupakan pekerjaan Allah semata-mata. Kita tidak dapat melahirbarukan diri kita sendiri. Daging tidak dapat menghasilkan roh. Regenerasi merupakan tindakan penciptaan. Allah yang melakukan penciptaan itu.
Dalam teologi ada istilah teknis yang dapat membantu kita untuk lebih mengerti masalah ini, yaitu monergisme, yang berasal dari dua akar kata. Mono artinya “satu”. Monopoli merupakan suatu usaha yang memiliki pasaran untuk dirinya sendiri. “Monoplane” merupakan pesawat terbang dengan single-winged (berbaling-baling satu). Erg menunjuk pada satuan usaha. Dari kata itu kita mendapat kata umum yang selalu dipakai yaitu energi.
Menggabungkan kedua akar kata tersebut, maka kita mendapatkan arti “one-working” (usaha satu pihak). Ketika kita mengatakan bahwa regenerasi adalah monergistik, maksud kita adalah bahwa hanya satu pihak saja yang melakukan pekerjaan itu. Pihak itu adalah Allah Roh Kudus. Dialah yang melahirbarukan kita. Kita tidak mampu untuk melakukannya sendiri, atau membantu-Nya untuk melaksanakan tugas itu.
Seolah-olah kita memperlakukan manusia seperti boneka. Boneka dibuat dari bahan kayu. Boneka tidak dapat memberikan tanggapan. Boneka itu lembam, tanpa kehidupan. Boneka itu digerakkan dengan tali-tali dalam pertunjukan panggung boneka. Tetapi, kita tidak berbicara tentang boneka. Manusia tidak sama dengan boneka. Kita berbicara tentang manusia yang merupakan mayat secara rohani. Manusia ini tidak memiliki hati yang terbuat dari serbuk gergaji, tetapi terbuat dari batu. Manusia ini tidak digerakkan oleh tali-temali. Secara biologis manusia ini masih hidup. Manusia ini dapat bergerak dan bertindak. Manusia ini membuat keputusan-keputusan, tetapi mereka tidak pernah mengambil keputusan bagi Allah.
Setelah Anda melahirbarukan jiwa manusia, yaitu setelah Allah membuat kita hidup kembali secara rohani, kita melakukan pemilihan. Kita percaya. Kita memiliki iman. Kita bersandar kepada Kristus. Perihal kita percaya kepada Kristus itu tidak diputuskan oleh Allah. Allah tidak memutuskan hal percaya itu bagi kita. Tetapi, kita sendirilah yang memutuskan untuk percaya kepada Kristus setelah kita dilahirbarukan oleh Allah. Jadi, iman itu tidak bersifat monergistic (one-working atau usaha satu pihak) seperti kelahiran baru.

Fitnah VII
Jhon Calvin dan kaum Reformed membuat Allah Sangat Tidak Adil.

Ketika orang pertama kali mendengar Doktrin Predestinasi dimana Allah menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendaki-Nya, pada umumnya langsung menentangnya dengan ungkapan :
– Kalau begitu mengapa manusia harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya padahal itu telah dikendaki oleh Allah? Toh tidak ada manusia yang bisa melawan kehendak Allah?
– Kalau begitu Allah tidak adil dong!
Tahukah Anda, bahwa reaksi seperti ini sama persis dengan reaksi orang-orang yang mendengar ajaran predentinasi dari Rasul Paulus? Nah untuk menanggapi kedua pernyataan di atas yang juga dinyatakan oleh Dr. Suhento, maka sayapun akan menggunakan tanggapan dari Rasul Paulus:
Apakah Allah tidak adil? Mustahil!
Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: “Mengapakah engkau membentuk aku demikian?” Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan– justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan. (Roma 9: 14, 20-23)
Jadi, jangan menilai keadilan Allah dengan standar keadilan manusia. Kalau Keadilan Allah kita nilai berdasarkan keadilan manusia maka seolah-olah “Allah memang tidak adil” karena memang banyak ketidakadilan alami yang kita lihat dimuka bumi ini. Mengapa sebagian anak dilahirkan dari keluarga miskin, sedangkan yang lainnya dari keluarga kaya? Mengapa sebagian dilahirkan di daerah gersang, tandus dan sangat kesulitan air, sedangkan sebagian yang lainnya dilahirkan di daerah subur dengan air melimpah?
Ingatlah sekali lagi bahwa manusia itu tetap sebagai ciptaan. Sekalipun kita dicipta menurut gambar dan rupa Allah, tetap saja status kita adalah ciptaan. Nilailah Allah sesuai dengan stadar Pecipta bukan dengan standar ciptaan.
Jadi, adanya tuduhan bahwa doktrin predestinasi membuat Allah tidak adil justru membuktikan bahwa doktrin ini adalah Alkitabiah karena Rasul Paulus juga mendapatkan reaksi yang sama!

Fitnah VIII
John Calvin dan kaum Reformed menempatkan Allah sebagai penjahat besar!

Benarkah demikian?
Sebenarnya fitnahan ini sama dengan fitnah I yaitu Allah sebagai pencipta dosa, karena semua kejahatan bersumber dari hati orang yang berdosa, untuk itu saya akan menanggapi fitnahan ini dengan Artikel dari Pdt. Budi Asali tentang benarkah Allah pencipta dosa?
Mungkin ada yang bertanya: “Bukankah dengan adanya dosa di dalam Rencana Allah berarti Dia adalah pencipta dosa?” Harus diakui bahwa pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sukar sekali dijelaskan. Untuk dijawab memang tidak sukar karena Allah memang bukan pencipta dosa. Tetapi bagaimana penjelasannya itulah yang sulit, bukankah sebelum malaikat dan alam semesta ini diciptakan, yaitu pada saat Allah masih belum menciptakan apapun, dosa tidak ada? Bukankah sekarang dosa ada? Darimana datangnya dosa? Bukankah pencipta segala sesuatu adalah Allah yang maha suci? Siapakah pencipta dosa apabila bukan Allah?
1Yohanes 2:16
Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.
Perlu diingat bahwa sebenarnya pertanyaan ini tidak bisa diajukanhanya kepada pihak Calvinisme, aliran lainpun harus menjawab pertanyaan yang sama, bahkan agama lainpun juga dihadapkan pada masalah pelik ini.
Kita sudah melihat bahwa manusia tidak dipaksa untuk melakukan dosa, mereka melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri. Meskipun Kitab Suci dengan jelas melarang dosa, tetapi Allah mengijinkan terjadinya dosa jika memang manusia tersebut memilih untuk melakukannya. Motivasi Allah di dalam mengijinkan terjadinya dosa dan motivasi manusia di dalam melakukan dosa adalah dua hal yang sangat berbeda. Allah mengijinkan dosa terjadi untuk menghargai kebebasan manusia, dan karena hal itu sesuai dengan rencana kekalNya. Di lain pihak setiap manusia yang melakukan dosa, ia melakukannya karena ia memang ingin melakukannya. Orang itu sadar sepenuhnya bahwa tidak ada yang memaksa dia untuk berbuat dosa, dan dia menyadari bahwa sebenarnya dirinya tidak perlu melakukan dosa itu jika dia sendiri tidak menghendakinya.
Kita boleh yakin bahwa Allah tidak akan mengijinkan terjadinya dosa seandainya Ia tidak bisa mengatasi dosa itu dan mengubahnya menjadi kebaikan. Dengan providenceNya Ia dapat mempengaruhi (bukan memaksa) jalan pikiran orang-orang fasik sehingga kebaikan bisa ditimbulkan dari rencana jahat mereka. Contoh yang paling klasik adalah peristiwa pengiriman/penjualan Yusuf oleh saudara-saudaranya ke Mesir (Kej 45:8). Saudara-saudara Yusuf melakukan pengiriman itu karena mereka benci dan iri hati kepada Yusuf, tetapi Tuhan telah mengubah tragedi itu menjadi kebaikan (Yusufpun mengakui hal itu di dalam 50:2). Jika bukan karena campur tangan Tuhan maka pada saat bala kelaparan terjadi, bisa saja Yakub dan anak-anaknya mati semua. Tanpa Yakub tidak akan ada Israel, tanpa Israel tidak akan ada Daud, tanpa Daud tidak akan ada Kristus, dan tanpa Kristus semua orang akan masuk neraka. Tetapi puji Tuhan, Yusuf yang dijual ke Mesir itu akhirnya malah dapat menolong keluarganya dari bala kelaparan.
Di dalam Perjanjian Barupun terlihat adanya kejadian-kejadian yang apabila dipandang dari sudut manusia tidak menyenangkan, tetapi Allah membiarkan terjadi agar Dia dapat lebih dipermuliakan. Misalnya kesengajaan Yesus yang menyebabkan Lazarus mati. Dia bisa mencegah hal itu agar tidak terjadi, tetapi apakah iman Maria dan Martha dapat dikuatkan dengan pencegahan itu? Bukankah lebih baik Yesus membiarkan Lazarus mati dan kemudian membangkitkannya? Allah memutuskan apa yang terbaik bagi manusia, meskipun manusia merasa sebaliknya.
Yohanes 11:5-6,14-15,36,40-44
Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. (6) Namun setelah didengarNya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, dimana Ia berada; …. (14) Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: “Lazarus sudah mati; (15) tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya.” (36) Kata orang-orang Yahudi: “Lihatlah, betapa kasihNya kepadanya!” (37) Tetapi beberapa orang di antaranya berkata: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak sehingga orang ini tidak mati?” (40) Jawab Yesus: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?” (41) Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepadaMu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. (42) Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (43) Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, marilah keluar!” (44) Orang yang telah meti itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.” (45) Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepadaNya.
Sama seperti peristiwa di atas, Yesus sebenarnya bisa mencegah terjadinya badai pada saat ia berada di perahu bersama murid-muridNya. Mengapa Ia membiarkan murid-muridNya ketakutan? Jelas agar iman mereka dapat lebih dikuatkan apabila mereka melihat Yesus menghentikan badai. Kita sebagai manusia, seperti juga murid-murid Yesus pada waktu itu, tidak bisa membayangkan apa tujuan Tuhan mengijinkan hal-hal tidak enak terjadi pada diri kita. Tetapi percayalah bahwa penderitaan apapun yang Tuhan ijinkan untuk menimpa kita pasti mempunyai tujuan akhir yang baik dan memuliakan Dia.
Seseorang memberikan komentar demikian: “Seorang penguasa mungkin melarang adanya pengkhianatan; tetapi perintah-perintahnya tidak mengharuskan dia untuk mencegah, dengan maksimal, seadanya pelanggaran yang dilakukan oleh rakyatnya. Adanya pengkhianatan dapat membawa kebaikan bagi kerajaannya, dan apabila ia menghukum pengkhianat negara itu sesuai dengan hukum yang ia tetapkan, maka keadilan hukumnya terlihat”. Hanya karena penguasa itu memilih untuk tidak mencegah kejahatan yang terjadi, dengan alasan demi kebaikan yang dihasilkan, sama sekali tidak berarti bahwa tindakan dan perintahnya bertentangan.
Harus diakui bahwa Allah sebenarnya bisa / berkuasa mencegah terjadinya dosa. Dia sebenarnya bisa menjaga agar dosa tidak terjadi di dunia ini. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah Dia bisa menghilangkan dosa dari suatu sistem moral yang paling sempurna? Tanpa adanya baik dan jahat, adakah yang disebut moral? Tanpa adanya dosa adakah yang disebut suci? Tidak mungkin. Kebebasan kehendak untuk memilih antara baik dan jahat adalah syarat mutlak suatu sistem moral.
Baik malaikat maupun manusia adalah mahluk yang bisa berdosa. Kejatuhan setan dan Adam membuktikan hal itu. Tetapi apa gunanya kemampuan untuk berdosa itu ada di dalam diri suatu mahluk? Jawabnya adalah bahwa tanpa adanya kemungkinan untuk berbuat jahat, mahluk itu tidak akan mempunyai kemungkinan untuk taat. Suatu mahluk yang mampu untuk berbuat baik berarti juga mampu untuk berbuat jahat. Sebuah mesin tidak bisa disebut taat atau tidak taat karena ia tidak mempunyai kehendak untuk memilih. Tanpa adanya kemampuan ganda ini, suatu mahluk tidak ada bedanya dengan sebuah mesin yang tidak mempunyai moral.
Adam diciptakan sebagai mahluk yang bermoral, dan karena itu iabisa berkehendak untuk memilih dosa. Kita tahu bahwa Allah membiarkan Adam jatuh ke dalam dosa dan kemudian mengubah akibat dosa itu (maut) menjadi sesuatu yang baik (hidup oleh karena penebusan Kristus). Pemberian ijin dan perubahan akibat dosa itu tidak menjadikan dia sebagai Pencipta dosa. Kelihatannya, Allah ingin menunjukkan kepada kita apa yang dapat dihasilkan oleh kehendak bebas kita; kemudian dengan mengatasi dosa itu Ia menunjukkan kepada kita kasih dan keadilanNya. Jadi, dosa bukanlah sesuatu yang diciptakan Allah, melainkan hanya merupakan akibat dari kehendak bebas yang disalahgunakan oleh manusia. Dan karena itulah manusia yang bertanggung jawab atas dosa-dosa yang diperbuatnya.
Ada beberapa ilustrasi yang mungkin memudahkan kita untuk lebih mengerti tentang hal ini. Ilustrasi-ilustrasi ini memang bukanlah ilustrasi yang sempurna, tetapi rasanya cukup untuk membantu kita.
1. Seorang hakim yang adil dan benar, di dalam memberikan keputusan hukuman kepada seorang terdakwa, tahu bahwa keputusannya akan mengakibatkan dendam di dalam diri terdakwa dan kemarahan di hati teman-teman dan keluarga terdakwa. Meskipun demikian, hakim itu toh tetap melakukan hal yang benar.
Seorang ayah yang mengusir anaknya yang durhaka, tahu bahwa dengan pengusiran itu si anak bisa bertambah buruk tingkah lakunya, tetapi toh si ayah bisa dianggap melakukan hal yang benar dengan tujuan mendidik anak itu.
Dengan dibiarkanNya setan terus merajalela, Allah tahu bahwa dosa akan semakin banyak, dan penderitaan dan penganiayaan akan terjadi dimana-mana. Tetapi, karena Allah mempunyai tujuan yang baik, maka Allah melakukan tindakan yang benar. Kesucian Allah tidak ternodai sedikitpun.
2. Bayangkan diri saya mempunyai tetangga yang membuka toko minuman keras, kenyataan yang tidak mengenakkan. Setiap hari minggu, banyak pemabuk-pemabuk yang berkelahi di depan tokonya. Hal ini mengakibatkan penderitaan di dalam keluarga saya.
Sekarang bayangkan saya mempunyai kemampuan untuk dapat melihat ke masa depan dengan kepastian yang mutlak. Saya mempunyai rencana yang baik, yaitu mempertobatkan tetangga saya itu. Saya dapat melihat bahwa dengan menginjili orang itu, ia akan bertobat. Dengan tujuan yang mulia inilah saya memutuskan untuk bertindak.
Tetapi, pada waktu saya melihat lebih jauh ke depan, maka saya tahu bahwa langganan-langganan toko tersebut akan menjadi marah sehingga mereka melakukan banyak dosa. Misalnya, untuk melampiaskan dendam mereka kepada saya dan tetangga saya, mereka akan menghina kekristenan dan menghujat Allah, mereka bahkan membakar rumah tetangga saya itu dan mencoba membakar rumah saya.
Sejauh ini, kita melihat bahwa meskipun dosa dan kejahatan masuk ke dalam rencana saya, dosa-dosa tersebut tidak bisa ditanggungkan kepada saya. Memang saya adalah pembuat rencana itu, dan apabila rencana saya itu saya laksanakan maka dosa-dosa itu pasti akan terjadi. Tetapi, karena saya melihat bahwa jika tetangga saya itu akhirnya bertobat, ia akan menjadi berkat di lingkungan kami, maka saya memutuskan untuk tetap melaksanakan rencana itu.
Jadi, apakah saya ikut melakukan dosa-dosa itu? Jelas tidak. Apakah saya memaksa langganan-langganan itu untuk membakar rumah? Tidak. Lalu siapakah yang bertanggung jawab atas semua dosa-dosa itu? Jelas para pelakunya sendiri.
Dari ilustrasi-ilustrasi di atas, kita bisa melihat bahwa meskipun Allah yang membuat rencana, dan di dalam pelaksanaan rencana itu dosa-dosa bermunculan, Ia bukanlah pencipta dosa, Ia juga tidak bertanggung jawab atas setiap tindakan dosa yang dilakukan.
Mungkin ada yang bertanya, bukankah sifat dosa itu juga dari Tuhan? Memang tidak ada sesuatupun yang terjadi di luar Tuhan, tetapi Tuhan kita yang maha suci bukanlah pencipta dosa. Pada saat Adam diciptakan, Allah tidak menciptakannya dengan kemungkinan untuk jatuh, ataupun memberikan suatu kelemahan di dalam diri Adam yang dapat menyebabkan ia jatuh. Yang Allah berikan adalah kehendak yang bebas, kehendak yang bisa berubah, dan kehendak bebasnya itulah yang menjatuhkan Adam. Allah memang sudah tahu bahwa Adam pasti jatuh, Allah memang sudah menentukan Adam untuk jatuh, tetapi bukan Allah yang menjatuhkan Adam melainkan kehendak Adam sendiri. Di dalam hal kejatuhan ini Allah hanya mengijinkan Iblis untuk menggoda Adam (Iblispun punya kehendak bebas) karena hal itu memang sesuai dengan rencanaNya. Jadi, kita tidak bisa bilang bahwa Ia yang menjatuhkan Adam.
Sekali lagi, perlu diingat bahwa kesulitan atau keberatan yang kita hadapi ini adalah keberatan yang seharusnya dihadapi oleh semua aliran dan agama yang mempercayai akan adanya Allah, hanya saja, tidak semua aliran akan dapat mengharmoniskan kenyataan ini dengan doktrin-doktrin mereka.

Fitnah IX
Sekali selamat, walupun berubah iman akan tetap selamat!

Benarkah ini ajaran dari Jhon Calvin dan Calvinisme?
Sekali selamat tetap selamat! Ya, ini adalah ajaran dari John Calvin dan Calvinis, tetapi kalau sekali selamat, walaupun berubah iman tetap selamat, jelas inilah adalah fitnah dan membuktikan bahwa Dr. Suhento tidak tahu sama sekali tentang ajaran dari Jhon Calvin dan Calvinisme!
Untuk itu akan kami tunjukkan ajaran Calvinisme yang sebenarnya tentang keselamatan!
Roma 8: 29,30
Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Keselamatan adalah suatu proses yang dimulai oleh Allah dan diakhiri oleh Allah juga dan Allah berjanji bahwa proses itu pasti berakhir dan tidak berhenti di tengah jalan (Filipi 1:6)
Jadi, kalau seseorang itu telah memasuki suatu proses keselamatan, maka tidak akan mungkin keluar dari proses tersebut. Jadi, orang yang benar-benar diselamatkan TIDAK MUNGKIN BERUBAH IMAN / KELUAR DARI PROSES KESELAMATAN.
Itulah sebabnya, TUHAN YESUS MEMBERI JAMINAN:
Yohanes 10: 28 Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan merekapasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
Hidup yang Tuhan berikan pada kita adalah hidup yang kekal, bukan hidup sementara / temporer. Kekal artinya dari saat lahir baru sampai selama-lamanya. Kalau setelah lahir baru kemudian mati lagi karena murtad, maka itu bukan hidup kekal namanya, kecuali ia memang belum benar-benar lahir baru.
Tuhan melalui Rasul Paulus juga memberi jaminan sekali selamat tetap selamat!
Roma 8: 38,39 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Firman Tuhan di atas sudah sangat jelas, bahwa hidup kita setelah bertobat, kematian, serta apapun juga yang ada di dalam kehidupan kita TIDAK DAPAT MEMISAHKAN KITA DARI KASIH KRISTUS. “GAYA TARIK” KASIH KRISTUS JAUH LEBIH BESAR DARI “GAYA TARIK” APAPUN DI DUNIA INI SEHINGA KITA TETAP AMAN BERADA DI DALAM “GAYA TARIK” KASIH KRISTUS.
Jadi keselamatan yang kita miliki sepenuhnya adalah anugerah Allah
Keberatan dan tanggapannya:
1. Kalau begitu Allah adalah seorang penculik karena memilih seseorang tanpa persetujuan atau keingininaanya!
Ini adalah pemikiran yang bodoh dan dangkal walaupun muncul dari seorang doktor teologi (maaf kalau saya sampai kasar, ya karena Allah telah dihujat sedemikian hebat!)
Hei, Bapak Doktor Suhento, apakah ketika Anda mau lahir ke muka bumi ini, Allah harus terlebih dahulu meminta persetujuan Anda; Anda ingin jenis kelamin apa?Anda ingin dilahirkan dimana? Siapa orangtua yang Anda ingini? dan sebagainya? TIDAK BUKAN?
Mengapa tidak? KARENA ANDA HANYALAH SEORANG CIPTAAN YANG TIDAK PUNYA OTORITAS SENDIRI. ANDA BERADA DALAM OTORITAS ALLAH PENCIPTA ANDA.
Kesalahatan fatal dari Dr. Suhento adalah ia menganggap bahwa manusia punya otoritas sendiri untuk melakukan apapun sesuai dengan kehendak bebasnya. Ia lupa bahwa kehendak bebas yang ia miliki adalah kehendak yang bukan bebas secara mutlak, dan kehendak bebasnya sudah dipengaruhi bahkan dikuasi oleh dosa. Selain itu kalau manusia punya otoritas sendiri, maka ia statusnya sama dengan Allah, karena hanya Allah-lah satu-satunya yang punya otoritas dari diri-Nya Sendiri.
Ingat, sama seperti proses kelahirannya, dalam hidup selanjutnya pun manusia tidak bisa menentukan sendiri, mau membantah?
Amsal 16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.
Yeremia 10:23 Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya
Jadi, mengapa Allah harus meminta persetujuan manusia atas apa yang akan Dia lakukan pada manusia ciptaan-Nya sendiri?
Sekali lagi, Pikiran di atas muncul karena Dr. Suhento menganggap manusia punya otoritas sendiri atau menganggap manusia sejajar dengan Allah dan inilah inti dari Humanisme dimana kehendak dan keinginan manusia dijunjung tinggi melebihi porsi yang sebenarnya!
2. Kalau begitu, Allah adalah sebagai penjajah atas kehendak manusia!
Ini adalah pikiran yang sama bodohnya (sekali lagi maaf)
Ingat! Orang yang masuk dalam proses keselamatan adalah orang yang telah dipilih dan dilahirkan kembali. Sebelum dilahirkan kembali ia berada di bawah kuasa dosa. Keinginan dan kehendaknya dipengaruhi dan dikuasi oleh dosa. Kondisi seperti ini TIDAK SESUAI dengan keinginan dan kehendak manusia yang sebenarnya. Orang yang memang dipilih oleh Allah pasti tidak suka keinginan dan kehendaknya dipengaruhi dan dikuasi oleh dosa. Ia akan bergumul sama seperti Rasul Paulus:
Roma 7: 18-24
Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?
Pertanyaannya adalah , apakah orang yang dilepaskan dari kondisi ini dan masuk ke dalam kondisi yang baru dimana keadaannya sesuai dengan kehendak dan keinginannya akan merasa sedih atau senang? Akan merasa dibelenggu atau dibebaskan? Inilah reaksi orang yang telah dilahirkan kembali: Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
Jadi orang yang sudah dilahirkan kembali SAMA SEKALI TIDAK MERASA BAHWA KEHENDAKNYA DIJAJAH OLEH ALLAH, SEBALIKNYA, JUSTRU PENUH UCAPAN SYUKUR KARENA TELAH DIBEBASKAN DARI PENJAJAHAN DOSA, karena hatinya beserta dengan kehendak dan keinginanya yang tidak suka dan tidak taat pada perintah Tuhan DIUBAH dengan hati yang baru, hati yang suka dan taat pada perintah Tuhan.
Yehezkiel 36:26 Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.
Bagi orang yang sudah lahir baru, menaati Tuhan adalah kesukaannya karena memang sesuai dengan keinginan dan kehendaknya yang telah diperbaharui sehingga ia sama sekali tidak akan merasakan nuansa penjajahan dan pemaksaan dari Allah.
Sebaliknya, bagi orang yang belum lahir baru, menaati Tuhan adalah suatu beban atau keharusan, sehingga nuansa penjajahan / kerja paksa sangat terasa.
Dengan timbulnya pemikiran bahwa seolah-olah Allah menjajah kehendak manusia yang sudah diselamatkan, maka saya ragu-ragu apakah Dr. Suhento dan orang-orang yang sepaham dengannya sudah benar-benar dilahirkan kembali rohnya (walaupun secara akal budi mereka sudah tahu banyak tentang Kristus dan ajarannya). Karena kalau mereka sudah lahir baru, pasti tidak akan mengeluarkan pendapat yang demikian. Ya, semoga saja mereka sudah lahir baru, cuma masih bayi …. he…he jangan marah ya?
3. Kalau begitu, orang yang telah diselamatkan bisa berbuat semau gue, termasuk berbuat dosa, toh Allah telah menjamin bahwa ia pasti selamat!
Sekali lagi, pikiran seperti ini muncul dari orang yang kemungkinan belum memahami dan mengalami kelahiran kembali.
Ingat bung, orang yang dalam proses keselamatan adalah orang yang sudah lahir baru. Hatinya sudah diperbaharui, Walaupun keinginan dan kehendaknya belum benar-benar steril dari dosa, tetapi sekarang lebih cenderung untuk menaati Tuhan daripada memberotak kepada Tuhan. Dia mengalami “gaya tarik” yang lebih besar kepada Allah, dari pada kepada dosa. Memang dalam proses keselamatannya ia dapat berbuat dosa lagi, tetapi hatinya tetap berada pada “gaya tarik kasih Allah” sehingga ia tetap akan bangun dan taat pada Allah lagi.
Amsal 24:16 Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.
Mazmur 37:24 apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.
Perlu diingat lagi, bahwa Allah sudah menjamin bahwa tidak akan ada oknum, kuasa, dan peristiwa apapun dimana “gaya tariknya” lebih besar dari “gaya tarik” kasih Allah pada orang-orang yang telah dipilih sesuai dengan Rencana-Nya.
a) Allah memproteksi kita dari pencobaan yang melebihi kekuatan kita.
I Kor. 10:13
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
b) Allah turut bekerja dalam segala segi kehidupan kita sehingga rencana Allah atas hidup kita benar-benar terwujud.
Roma 8:28-30
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Jadi, orang yang masuk dalam proses keselamatan Allah, hatinya sudah diubah, dari mengasihi dunia / membenci Allah, menjadi orang yang mengasihi Allah dan membenci dunia, dari yang cenderung memberontak Allah, menjadi cenderung menaati Allah (saya katakan “cenderung” karena kehendaknya masih belum steril dari dosa, nanti kalau sudah sampai di surga maka orang pilihan Allah akan benar-benar mutlak akan mengasihi dan taat pada Allah).
Dengan demikian, fitnahan di atas tidak cocok ditujukan untuk orang kristen yang benar-benar telah lahir baru dan pasti selamat, tetapi akan sesuai bila ditujukan untuk orang kristen yang belum lahir baru sehingga juga belum tentu selamat!
4. Bagaimana dengan orang yang “sudah selamat” kemudian murtad? Bagaimana pula dengan adanya peringatan “jangan murtad”?
Sebelum menjawab perntanyaan ini, perlu ada pemahaman bahwa di dalam Alkitab, ada dua macam orang Kristen, yaitu Kristen sejati atau yang oleh Rasul Yohanes disebut sebagai orang “sungguh-sungguh termasuk pada kita” dan orang Kristen palsu atau “tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita”. Orang Kristen sejati tidak mungkin murtad dan kehilangan keselamatannya, tetapi orang Kristen Palsu (KTP) inilah yang mungkin sekali “murtad”. Saya beri tanda kutip karena sebenarnya orang Kristen Palsu ini belum selamat. orang Kristen sejati pasti telah lahir baru, orang Kristen palsu belum lahir baru sehingga juga belum selamat”
I Yoh. 2:19
Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.
Untuk membedakan Kristen sejati dengan Kristen palsu memang sangat sulit, sama seperti membedakan antara gandum dan ilalang. Mereka sama-sama ke gereja, berdoa, membaca Alkitab, berkhotbah, sekolah teologia (bahkan jadi doktor) mengusir setan, dan lain-lainnya.
Jadi kalau ada orang Kristen yang murtad, itu hanya membuktikan bahwa dia bukan orang Kristen sejati, dan pada dasarnya belum diselamatkan.
Mari kita lihat beberapa kasus di Alkitab:
a) Yudas Iskariot
Apakah Yudas Iskariot sudah diselamatkan?
Saya yakin bahwa ia belum diselamatkan, dengan alasan:
1) Yudas Iskariot memanggil Tuhan Yesus hanya sekedar “rabi” atau guru, sedangkan murid yang lainnya selalu memanggil Tuhan Yesus dengan “Tuhan”. Jadi hubungan antara Yudas Iskariot dengan Tuhan Yesus hanya sekedar murid dan guru. Saat ini banyak sekali orang yang kagum dengan ajaran Tuhan Yesus dan mengakui bahwa Yesus adalah guru mereka, walaupun mereka tidak percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat (Mis. Mahatma Gandhi).
2) Yudas Iskariot bukan dipilih untuk diselamatkan, tetapi untuk menggenapi rencana Allah yang sudah dinyatakan sejak semula:
Yohanes 13:18
Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.
3) Yuda Iskariot adalah satu-satunya murid yang tidak dijamin keselamatannya oleh Tuhan Yesus. Hal ini dapat dilihat dalam doa Tuhan Yesus:
Yohanes 17: 12
Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.
Itulah sebabnya mengapa setelah menyesal, Yudas Iskariot lantas bunuh diri. Hal ini berbeda dengan Petrus, setelah bertobat ia tetap terus percaya pada Tuhan Yesus, karena Tuhan Yesus memang menjaga dia (Lukas 22:31,32)
b) Orang-orang dalam Matius 7:15-23
Banyak orang (termasuk Dr. Suhento) menafsirkan bahwa orang-orang yang berseru Tuhan, Tuhan! ……. (ayat 22) adalah orang-orang Kristen yang akhirnya ditolak Tuhan dan masuk neraka! (Pedang Roh 56 hal 2).
Benarkah mereka pernah jadi orang Kristen (sejati)? TIDAK PERNAH!!!
1) Ayat 15 menyatakan bahwa mereka adalah serigala yang menyamar sebagai domba. Jadi mereka sebenarnya bukan domba, bukan orang Kristen.
2) Ayat 23, Tuhan TIDAK PERNAH MENGENAL mereka!
Ingat, Tuhan Yesus mengenal setiap domba-Nya / umat-Nya (Yohanes 10:14). Karena mereka tidak pernah dikenal Tuhan, maka kesimpulannya sudah sangat jelas, MEREKA TIDAK PERNAH MENJADI UMAT-NYA (ORANG KRISTEN). Kalau mereka pernah jadi orang Kristen maka Tuhan Yesus akan berkata: Aku tidak lagi mengenal kamu …….
c) Orang-orang yang diumpamakan sebagai tanah yang berbatu-batu (Matius 13:20,21 dan yang paralel).
Orang yang diumpamakan sebagai tanah yang berbatu-batu juga bukan orang Kristen sejati. Buktinya benih (firman Tuhan) tidak sempat berakar dalam hati. Orang ini adalah orang yang percaya pada Tuhan Yesus hanya pada taraf otak/pikiran doang, hatinya belum tersentuh oleh kasih Tuhan. Jadi, jangan heran kalau banyak para ahli teologia yang akhirnya “murtad”, karena mereka menerima Tuhan Yesus hanya di akal / pikiran mereka, tetapi hatinya masih dikuasi oleh dosa. Pada dasarnya orang ini belum selamat sehingga juga tidak mungkin murtad!
d) Orang-orang dalam Matius 24:10
Orang-orang yang dimaksud disini jelas bukan orang Kristen sejati (yang telah dipilih dan dilahirkan kembali). Mengapa? Karena pada ayat 22, 24 orang-orang pilihan Allah tetap selamat dan tidak akan mungkin disesatkan oleh nabi-nabi palsu!
Matius 24:22-24
Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat. Pada waktu itu jika orang berkata kepada kamu: Lihat, Mesias ada di sini, atau Mesias ada di sana, jangan kamu percaya. Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.
Adanya peringatan “jangan murtad” belum tentu karena yang diperingatkan tersebut mempunyai kemungkinan untuk murtad. Harus dilihat terlebih dahulu siapa yang diperingatkan dan apa tujuannya memperingatkan jangan murtad.
Ilustrasi:
Kalau peringatan “jangan merokok karena merokok akan bla – bla- bla …” ditujukan pada seorang perokok, memang benar ada kemungkinan orang tadi akan merokok lagi. Tetapi kalau peringatan tersebut ditujukan pada saya, jelas saya tidak akan mungkin merokok karena saya bukan perokokdan tidak pernah merokok, sertya tidak ada niat sedekitpun untuk merokok. Lalu apa gunanya peringatan jangan merokok untuk saya? Jelas ada gunanya dan bahkan sangat berguna! Karena dengan tahu bahaya dari merokok maka hal itu akan meyakinkan saya bahwa tindakan saya yang tidak merokok adalah tepat dan akan menguatkan komitmen saya untuk tidak pernah merokok, bahkan akan mendorong saya untuk mengkampanyekan anti merokok kepada para perokok!
Demikian juga peringatan “Jangan murtad” kalau ditujukan pada orang Kristen palsu, maka ada kemungkinan orang kristen palsu tersebut akan “murtad”! Tetapi kalau ditujukan pada orang Kristen sejati, makaperingatan tersebut justru akan menyakinkan dia bahwa dia telah berada pada jalan yang benar dan akan menguatkan komitmenya untuk tetap berjalan pada jalan tersebut, bahkan akan mendorong dia untuk menunjukkan jalan itu pada orang lain yang belum melewati jalan itu karena ia sudah tahu bahayanya kalau ada orang yang berjalan pada jalan yang tidak ia sedang jalani!
Contoh:
a) Dalam 2 Tes 2: 3 Rasul Paulus memperingatkan kepada jemaat di Tesalonika supaya jangan disesatkan, karena akan banyak pemurtadan (penolakan terhadap agama) ..
Tetapi, dalam ayat 13,14 Rasul Paulus mengucap syukur kepada Allah karena sebagai umat pilihan Allah mereka akan tetap selamat dan memperoleh kemuliaan Kristus, sehingga pada ayat 15, Rasul Paulus meminta mereka untuk tetap berdiri teguh dan berpegang pada ajaran yang benar.
Jadi, jelas bahwa adanya peringatan “jangan disesatkan” dan “banyak pemurtadan” tidak menunjukkan adanya indikasi bahwa jemaat di Tesalonika akan dapat tersesat dan murtad, tetapi sebaliknya mereka tetap aman dalam proses keselamatannya.
b) Dalam Ibrani 3:12 Penulis kitab ini memperingatkan supaya orang Ibrani jangan ada yang murtad. Pada ayat-ayat berikutnya dinyatakan bahaya-bahaya dari murtad yang sampai puncaknya pada Ibrani 6: 4-7.
Penulis kitab Ibrani memperingatkan “jangan murtad” kepada orang Ibrani bukan karena mereka bisa murtad, tetapi UNTUK MENEGUHKAN PENGHARAPAN MEREKA AKAN KESELAMATAN YANG SUDAH PASTI, DAN SUPAYA IMAN MEREKA TERUS BERTUMBUH.
Ibrani 4: 9-12
Tetapi, hai saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung keselamatan.Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang. Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
c) Ibrani 10: 26,35,38
Dr. Suhento begitu yakin dengan adanya ayat-ayat di atas, orang Kristen benar-benar dapat murtad, melepaskan kepercayaanya, dan membatalkan penanggungan dosanya, sehingga ia wanti-wanti agar jemaatnya tidak melakukan hal seperti itu.
Sekali lagi, kalau Dr. Suhento dan jemaatnya memang ada potensi seperti itu, berarti mereka bukan orang Kristen sejati. Mereka bukan seperti orang Ibrani yang menerima surat itu ( dan juga bukan seperti kami he….he… sombong ni ye karena kami juga menyamakan diri seperti orang Ibrani) yang oleh penulis surat Ibrani dinyatakan ..
Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.
(Ibrani 10: 39)
Lihat baik-baik ayat yang saya tebalkan dan besarkan di atas! Firman Tuhan ini menegaskan bahwa adanya peringatan jangan murtad, mengundurkan diri, tidak percaya dan sebagainya, bukan dimaksudkan karena kita ada potensi melakukan seperti itu, tetapi untuk meneguhkan kita bahwa kita sudah ada pada posisi yang benar. Dengan mengingatkan bahwa orang-orang yang tidak berada pada posisi seperti kita akan binasa, maka penulis Ibrani bermaksud supaya kita lebih banyak mengucapsyukur pada Tuhan, semakin mengasihi Tuhan, dan semakin memperkuat iman kita.

Source: http://www.geocities.com/thisisreformed/reformasi.html

Tinggalkan komentar